I made this widget at MyFlashFetish.com.

8.13.2009

Perjuangan Hati


Kisah ini ku tulis untuk mengenang perjuangan Tekad dan, ikhtiar yang di pasrahkan pada Allah Swt untuk menemukan tambatan hati seorang pendamping hidup.





Dalam mengisi kehidup ini setiap kita (muslim) akan menghadapi ujian, dan cobaan. Syukur, sabar, berikhtiar dengan sebaik-baiknya dan mengharapkan keRidhoan kepada Allah atas apa yang kita upayakan adalah tuntunan yang di ajarkan dalam AlQur’an dan Hadits. Kita dekat dengan Allah, begitu pula sebaliknya Allah dekat dengan kita, bahkan Allah akan mengganti nilai perjuangan dan ibadah kita dengan sesuatu yang lebih baik.

Membina Rumah Tangga. Sunah untuk menyempurnakan sebagian Ibadah. Bagi seorang pemuda Matang (dari sisi usia), penyuka tantangan dan kerja lapangan, masuk dalam agenda tiga tahun mendatang, Dari usia 25, ya ..sekitar usia 27/ 28 tahun lah baru pas, begitu maksud hati dan kantong mengangan-angan.
Berbekal ilmu dan bacaan seadanya, angan ini mulai kutanam dan kupupuk. Namun kesibukan harian dan rutinitas kadang membuyarkannya. Berkutat dengan cowok-cowok jomblo yang sama tipis semangatnya untuk segera bertanggung jawab terhadap anak gadis orang. Rumah Tangga hanya jadi obrolan riang ketika waktu makan siang tiba.

Namun di malam yang sunyi, di akhir Januari, ketika seorang pemuda termenung dalam lamunan menjelang tidur, sendiri dalam kamar gelap 3x5 sekonyong-konyong SSM (kata Alm. Mbah Surip) dari seorang yang telah kuanggap kerabat masuk ke BlackHpku. Silaturahmi pertama setelah sekian bulan tidak saling memberi kabar. Dimintanya nomer keluarga dengan maksud ada hajat yang ingin disampaikan dan dititipkan.

Subhanallah, awal kisah itu dimulai. Seorang rekan kerja dari kerabat tadilah yang merupakan hajat yang ingin disampaikan dan dititipkan, ia adalah seorang Akhwat 40x158 yang menginap sementara di gubuk derita keluarga kami di desa yang masih asli. Namun jangan salah paham dulu sobat, kami (saya dan belahan jiwaku, sekarang) pada waktu itu belum pernah bertemu langsung, hal itupun terjadi baru ketika aku datang untuk mengKhitbahnya/ melamar.

Dua Pekan sejak awal kisah itu mulai ada sinyal-sinyal yang diupayakan kerabat, keluarga dan pihak-pihak terkait, agar 2 operator berbeda ini bisa saling terkoneksi. Mulai di titipkan lewat pesan keluarga, tukar biodata, mak comblang, hingga pengupayaan melalui guru ngaji (murobbi/ah), Satu pihak adalah seorang gadis yang telah merantau jauh terpisah dari keluarga sejak 6 tahun lalu, jauh dari family yang bisa turut memantau, belum ditemukannya mahrom ketika usia telah beranjak. Sisi yang lain, seorang cowok jomblo kurang kasih sayang, suka mengembara dengan motor tuannya, penggemar wisata kuliner namun suka jajan sembarangan, dll.

Tapi itulah sobat, diakhir Februari kami saling mengenal melalui 2-3 carik kertas kusam. Ku ketik identitas apa yang melekat pada diriku untuk kusampaikan kepadanya, ya lumayan lah paling enggak aku bisa belajar mengenali diriku sendiri. Tiga hari berselang aku sudah menerima balasan biodata, namun si Dia baru menerimanya setelah lebih 1 pekan sekitar awal Maret. Pertukaran Biodata melalui dunia maya, memacuku untuk tidak gaptek, berkali-kali nongkrong di depan computer kantor membuatku kecanduan mencoba-coba hal lain di Dunia Maya, salah satunya ya bikin Blog sederhana ini.

Lanjuuuut ….., setelah ku download biodatanya … Subhanallah …., ternyata yang kudengar dengan yang ada di biodata, sama dengan 4 Kriteria cewek/ akhwat yang kuidamkan (sebagai pria iseng), yaitu : 1. Keturunan Jawa, 2. Pilihan Orang Tua, 3. Berkaca Mata, 4. Wanita salihah, mirip Ustazah …. Subhanallah kembali kuucapkan, ternyata Allah mengabulkan prasangkaan Hambanya. Namun sebaliknya diriku tidaklah menonjol hanya criteria ini yang ku punya : 1. Pria, 2. Tinggi 170 cm, 3. Hidup lagi …
Yaaah, kaloo bercanda sama istri …berkah di gue, ya derita di looo. Tapi nggak kok, itu hanya bercanda, setidaknya aku berusaha untuk menjadi yang terbaik baginya (wuesss serius).

Awal Maret aku hijrah dari Kotaku Tanjung Tabalong ke kota perantauan Banjarmasin, Kalimantan Selatan untuk menyelesaikan, melanjutkan, menggantungkan beberapa hal yang belum terselesaikan. Pada tulisan Blog sebelumya aku beri judul “Menuju Babak ke-4 Kehidupan”.
Kamis sore 15 April 2009 setelah menyelesaikan “Pertarungan” Politik 2009 aku berangkat dari Banjarmasin menuju Balikpapan transit Kotaku Tanjung untuk melamar anak orang di balik Gunung Samarinda. Berbekal ransel butut aku berangkat sendiri tanpa didampingi orang tua, atau Murobbi, karena mereka sedang disibukkan dan ada beberapa halangan. Menumpang angkutan antar Kota/Kabupaten, terus dilanjutkan naik Bus Samarinda, Kapal Ferry dan ojek. Sabtu pagi 18 April 09 jam 07.15 Wita sampailah daku di Sepinggan tempat ku dilahirkan. Tidak ada penyambutan dari keluarga, karena aku datang dan tampil sebagai seorang pengembara (jejak si rambut). Aku hanya mengabari sedikit saudara di sana untuk membantuku melamar pujaan hatinya/ ku.

Setelah setengah hari silaturahmi, ziarah, dan membeli beberapa keperluan untuk “ malam minggu pukul 19.45 dengan diantar rombongan 1 mobil aku meluncur menuju Jl. DI. Panjaitan, Gg. Mulia Bakti (Strat.1) No.10 Rt.056, Kel. Gunung Samarinda Kec. Balikpapan Utara. Memasuki Gang, deretan rumah-rumah terang dan megah sedikit menciutkan nyaliku. Diriku yang ketika itu berpakaian batik lengan pendek ditemani 7 orang pengiring kerajaan menuruni jalan dengan sedikit canda gamelan jawa yang dilantunkan sepupuku. Ning ..nong …ning …gung, senyum terhibur mengusir sedikit kekhawatiran, bertemu Bakal Calon Mertua dan keluarga besarnya … mati dah gue.

Memasuki gerbang hijau rumah, kutatapi sekilas sekeliling halaman, kok.. ga’ ada janur kuningnya ya …he… Memasuki emperan rumah langsung aku disambut calon bapak mertua dan ibu, calon mbah kakung dan mbah putri. Diruang keluarga telah menunggu juga calon keluarga besar, calon bibi, dan calon pengantin, yang penasaran mengintip-intip Arjuna nyasarnya.

Sepatah-duapatah kata pengantar yang disampaikan Pakde dan paman memperkenalkanku, eh .. bahasa kerennya mempresentasikan maksud kedatangan kami ke tempat ini. “Ini lho pak/bu anaknya yang ngebet mau kawin…” Pembicaraan penuh kekerabatan Jawa pun dimulai, diriku yang sebagai tersangka hanya terdiam, harap-harap cemas menunggu sampai pada kalimat utama dan kehadiran seorang bidadari di ruang tamu ini. Gimana pak/bu, SAH …. Ya ….SAH, Barakallahu laka, he… Ketika sampai pada kalimat itu. Gimana ibu/bapak/Mbah, maksud kedatangan kami diterima. Sang terdakwa masih tertunduk layu, Calon Mbah Putri menyerahkan kepada Calon Mbah Kakung, Calon Mbah Kakung menyerahkan kepada Calon Bapak Mertua, Calon Bapak Mertua menyerahkan kepada Calon Ibu Mertua, waaaaaah dipingpong nih ….., terbersit sedikit dalam pikiran, kayaknya mundur teratur nih …. Ehem… Calon Ibu Mertua mengambil sikap, “ baiklah saudara-saudara sekalian, ada baiknya kita perdengarkan langsung jawaban dari anak perempuan kami sebagai pihak yang akan memilih dan menjalani” geetooo.. “ Mbak-mbak… tolong adeknya disuruh keluar” kata Ibu Camer.

Dag…dig…dug… kembang kuncup…bunyi dadaku, seiring tiap langkah kakinya (bidadari) mendekatiku. Jreng …. Subhanallah tidak bisa digambarkan dengan kata-kata bagiku yang ketika itu pura-pura berbisik/ ngobrol dengan Pakde disamping hanya sekedar untuk menilik Bakal Calon yang akan mengeksekusiku. Keisengankupun dibuyarkan oleh pertanyaan nada rendah namun tegas dari Ibu Camer “Gimana Dek Diterima” …. Sekali lagi….. SAH ….. Barakallahu laka. Alhamdulillah, acarapun diakhiri dengan obrolan ringan, makan malam, dan pamitan. Bahkan kami (rombongan) diundang Ibu Camer untuk menhadiri acara aqiqah Calon Keponakan dan juga aku diundang untuk tumpangan gratis/ diantar ke Tanjung bersama-sama si Dia yang baru mengeksekusiku satu mobil bersama.

Meninggalkan pagar rumah untuk menuju keluar gang sekali lagi kuanggukkan kepala bertakzim untuk pamitan. Namun belakangan kuketahui kalau si Dia dan Calon Adik ipar berbisik “eh…Mba coba liat gaya jalan Calon Mba, JAYUS ya.. (suka ngelucu tapi ga lucu). Garing deh.

Sepanjang jalan pulang aku termenung serius, hingga rombongan yang berdesakan dalam satu mobil berpincang-bincangpun tak ku hiraukan. Aku terfokus untuk merencanakan agenda kedepan selanjutnya untuk melaksanakan eksekusi yang telah kuterima tadi, Bismillah ….Allah bersama kita.

Satu, Dua, Tiga, Tiga Setengah bulan pun berlalu. Kebulatan tekad, kesungguhan ikhtiar, do’a dan berbagai ujian menjadikan perjalanan penantian ini lebih dimudahkan dan dilapangkan. Satu per satu Allah hamparkan rahmatNya kepada hambaNya yang lemah ini untuk menghimpun kekuatan dan segenap potensi untuk menyempurnakan sebagian tuntunan agama.

Hingga akhirnya perjalanan 1 pekan menjelang hari-H, sejak tanggal 26-30 Julipun dimulai. Secara estafet, kami sekeluarga dan keluarga besar Jawa Tengah (dari pihak ibu), dan keluarga besar Jawa Timur (dari pihak Ayah) dapat berkumpul untuk menghantarkan acara keponakannya. Sebuah cita-cita yang lama ingin ku wujudkan yaitu kedekatan kembali dengan tanah kelahiranku dan berkumpulnya kembali keluarga besar kami pun terlaksana, Alhamdulillah …

Hingga hari-H akad Nikah dan walimah, Allah menguji Kami dengan kasih sayangnya. Semuanya diberikan kemudahan dan didekatkan, sebuah ujian akankah kami mampu bersyukur atas segala karunia ini. Hajatan tidaklah diperuntukkan bagi kami berdua, namun juga untuk kedua belah pihak keluarga baru yang dipersatukan. Semua antusias bahu membahu untuk kelancaran syiar telah halalnya kami bersatu ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Disaksikan orang-orang terdekat, penghulu, saksi dan wali, Mitsaqon Ghaliza (sebuah perjanjian yang berat) pun mengalir dengan tegas dan lugas sekali lafaz untuk menyambut tanggung jawab yang berat yang siap kami panggul….. SAH…Barakallahu laka … Akhirnya, secara hokum agama dan hukum yang berlaku di Indonesia kami telah menyandang predikat suami-istri. Restupun mengalir dari semua undangan Akad Nikah dan Walimah. Kedua orangtua kami telah rela melepas tanggung jawab mengurus putra putrinya dan telah meneteskan airmata dan menyematkan wejangan kepada kami untuk saling mengisi dalam tanggungjawab bersama berrumah tangga.

Perkenalan dengan keluarga besarpun kami jalani seiring berjalanan waktu. Alhamdulillah … kekerabatan baru telah terjalin. Karena kami berdua baru saling mengenal, acara pasca pernikahan kami manfaatkan untuk “pacaran”, saling mengenal pribadi-pribadi, dan itupun tidaklah terlalu lama. Dikarenakan komunikasi dua arah yang mudah kamipun langsung dapat menemukan saling kecocokan. Sepertihalnya, satu sisi suka yang manis-manis, sisi yang lain suka yang asin-asin, Ada yang suka teh, ada yang suka kopi, Ada yang suka bacaan serius, ada yang suka bacaan komik, Ada yang suka masuk angin, ada yang suka ngerokin. Begitulah teman, kecocokan tidaklah harus semuanya sama, kita bisa saling melengkapi, satu dengan yang lain.

Kini, satu pekan setelah menjalani. Kamipun harus terpisah oleh ruang dan waktu ….ce...ce … Dikarenakan pekerjaan dan rutinitas yang harus dijalani, kami terpisah antara Utara dan Selatan, 246 Km jaraknya. Jikalau ditempuh dengan kendaraan roda 4 memakan waktu 5,5 jam, namun dengan motor Black Shogun tuaku bisa sampai 6 jam. Tapi tidaklah mengapa, karena Insyaallah hal ini tidak makan waktu lama, kami sedang mengusahakan agar jarak 246 Km ini dapat diminimalisir hingga menjadi hanya 1 cm. Untuk sementara yang dapat mempersatukan kami antar ruang dan waktu adalah Telkomsel & Indosat (bukan promosi & selama masih ada pulsa).

"Wahai Allah yang membolak-balikkan hati,teguhkanlah hati ini di atas agamaMu."




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BLOG TIPS

Terimakasih atas kunjungannya pada BLOG yang
sederhana ini. BLOG gado-gado, yang mana isinya tambal sulam. kritik dan saran
dapat dialamatkan kepada kami,..


Counter Powered by  RedCounter