I made this widget at MyFlashFetish.com.

1.04.2009

Awas Rayuan “Benchong”


Kamis, 4 Desember kemaren kejadian itu terjadi. Malam jum’at tepatnya, dikala hujan deras mendera, pohon-pohon bergoyang dan bertumbangan, angin petir menyambar-nyambar, guntur riuh bertalu-talu ….. he… he…, ngak segitunya kalee, cuma gerimis mengundang waktu itu, kebetulan juga giliran pemadaman listrik di lingkungan sekitarku, pukul 20.45, aku bulatkan langkah untuk mencari salon, kalo nggak ada pangkas rambut biasa deh, kalo nggak ada juga paman tukang potong yang biasa di bawah pohon beringin juga boleh. Kenapa niatku banyak alternative, sbab selai kemalaman, hujan, mati lampu, apalagi kultur di masyarakat sekitarku kalo malam jum’at “pamali” atau ga wajar motong rambut, bisa dibilang kuwalat, durhaka…gak..gak.. (yang ini bukan). Jadinya kemungkinan sangatlah kecil untuk menemukan jasa pemangkasan rambut.Putar-putar keliling kota, yang terlihat pemandangan yang sama sejauh 3 kilo meter “gelap dan hitam”, kupacu sepeda motor shogun hitam tuaku, menggunakan poncho kusut yang setia menutup badanku dari kehujanan. Kupacu motorku dengan kecepatan sedang 100 km/jam ? (wueees..).
Ada hal yang terlupa untuk diceritakan, mengapa ku bele-bela untuk pangkas rambut malam ini juga, bukan besok siang atau akhir pekan aja. Ada alasan tersendiri, yang pertama rambutku telah masuk masa tenggang (1 bulan) untuk dipotong (we..kaya pulsa ja), kedua besok harus tampil rapi karena sesuatu hal-mustahal, ketiga ada kebiasaan yang sulit ditata dalam diriku, kalo sudah pengen ya harus.
Hembusan “tampias” air hujan mendera helm dan wajahku, menatap kegelapan di kejauhan, ku coba memicingkan mata untuk dapat melalui jalan basah dan berkelok. Kecepatan motorku kini menurun 110 km/jam ?, dalam gelap kucoba menebak deretan rumah-rumah, warung, ruko, agar dapat mencari beberapa salon yang mungkin buka. Tiba-tiba di kejauhan muncullah seberkas cahaya yang terang menerangi hatiku ?!xx. Ternyata aku beruntung, diriku terselamatkan? (setidaknya dari terpaan hujan yang mulai deras), ternyata “dalam gelap terbitlah salon”. Ada 1 salon yang buka, terang, dikarenakan menggunakan genset warna biru berkekuatan 900 watt, merk KUBOTA yang kata penjualnya merk Jepang PALSU, masih 3 tingkat dibawah YAMAHA, berbahan bakar bensin campur dengan kapasitas tanki 5 liter, mampu bertahan sekitar …,busi dan lain-lainnya….(?xx ngelantur nih). Kupelankan motorku hingga sekarang 120 lm/jam ?. Kuparkir motor dan jas hujanku dibawah pohon rambutan dan masuklah aku ke rumah kayu berkaca dengan tergopoh-gopoh.
“Mas, eh Mbak, Ses, ato Jeng, salonnya masih buka ?” tanyaku pada 2 orang pertama yang aku temui. Sbab dikaca depan tidak ada identitas open/ close seperti di kebanyakan salon. Menanggapi pertanyaanku, 2 orang ½ mas dan ½ mbak tersebut mengawalinya dengan menatapku dari ujung kaki jempol sampai ujung rambut kepala yang basah semi ikal. Kebetulan waktu itu aku pakai celana hitam lapangan faforit, dipadu dengan kaos putih yang agak press boby di bagian atasnya.“ Ehem,… masih buka kakak ai…” jawab salah satu “mas mbak” yang berambut panjang. “Mas mbak” yang satunya berambut pendek seperti kita-kita, asik mendengarkan MP3 dari ipod nya. Kupandangi sekeliling dalam salon, terdengar sayup rendah lagu dangdut “Lelaki termiskin didunia karya Megi. Z” diputar di bagian belakang rumah. Celingak, celinguk dan “eiiiit” ternyataa…. masih ada 2 orang sejenis yang katanya teman/ tamu, sedang rebahan di ruang tengah,dengan ekspresi seadanya.



Kujalani ritual potong rambut yang standar dengan lancar. Seperti biasa, selama menjalani potong rambut, kalo anak kecil biasanya susah diatur,nangis,minta pulang atau apa lah,.. kalo aku didera ngantuk yang sangat. Mendekati akhir-akhir episode, aku yang sedang duduk di kursi panas dikagetkan oleh deheman dan pertanyaan dari “mas mbak”. “Kurang sehat ya”, memang selain kesehatanku yang droop karena panas dalam, juga muncul flu dadakan oleh kehujanan. Aku diam saja dan membalas dengan senyuman, sang “mas mbak” pun bertanya kembali. “Mau hilang gak penyakitnya, aku ada punya obatnya” jreng…jreng…jreng kutatap wajah sang ”mas mbak” mendalam untuk pertama kali sebagai jawaban. Wajahnya tidak asing, dikarenakan sepanjang pajangan foto didalam salon yang terpampang adalah gambarnya dengan berbagai busana dari yang seksi, gaun pengantin, pakaian adat, dll. Akupun menjawab singkat, “biasa aja”. Karena aku cuek dia (mas mbak Red.) memberi ritual plus pijat kepala dibagian akhirnya. Sambil memijat dengan jemari berkuku panjang dia pun membisikkan lagi kata-kata itu “mas mau obatnya gak”, aku hanya bias geleng-geleng kepala. Disisir rambutku yang telah pendek dan disapunya wajahku dengan bedak baby ringan untuk menghilankan sisa rambut-rambut kecil. Dialeg belum selesai, sang dia pun berpesan “bisa aja mas nggak usah bayar” “hujan gini mau pulang” ”enak disini aja” “disini ada 4 orang janda lhoo..” “ kamar special juga ada” “lagian diluar masih hujan” “jangan kapok-kapok ya main kesini” “kontak-kontakan telpon ato SMS juga boleh”, dst, dll, dkk, cck. Wassalam, kuakhiri pembicaraan dengan menyerahkan biaya jasa sebesar uang Rp.10.000,- satu lembar.Weleh…weleh…weleh. Dialeg yang aneh dan menegangkan, belum lagi ditambah pijatan atau bahasa jari, desahan atau bahasa suara yang merayu, goyangan atau bahasa tubuh, contact eye mata yang menghipnotis atau bahasa kedipan, daya pikat kalo..kalo pakai susuk atau bahasa mistis, apakah, apalah, dimanakah atau bahasa Indonesia ?XX…. A’udzubilah min dzalik, kalo ngak kuat iman bisa melayang, larut ke dalam, nggak lagi deh,…. Tobat..tobat, nggak pake sambel.
“Benchong” atau bahasa yang lebih Humanis biasa disebut “Waria” atau dengan bahasa dimasyarakat yang lebih ekstrim… (wus…nggak boleh). Adalah bagian dari anggota masyarakat yang ada di sekitar kita. Suka atau tidak suka, boleh tidak boleh, wajar atau tidak wajar mereka ada dan membaur. Sebagai fenomena yang ada sejak dahulu kala, kitapun menghormati keberadan mereka, dan apa adanya. Selama tidak saling mengganggu dan mampu menempatkan proporsi pada norma agama dan sosial yang ada di masyarakat. Beberapa bagian di masyarakat membutuhkan akan peran kehadirannya, beberapa menganggap biasa/ normal saja, dan beberapa acuh tak acuh, yang jelas “Benchong juga manusi, punya rasa punya hati, jangan saaamakan dengan pisau di dapur, yeee ee…”. Sekian :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BLOG TIPS

Terimakasih atas kunjungannya pada BLOG yang
sederhana ini. BLOG gado-gado, yang mana isinya tambal sulam. kritik dan saran
dapat dialamatkan kepada kami,..


Counter Powered by  RedCounter